Kamis, 22 Desember 2011

masalah-masalah sosial yang ada dalam masyarakat dan cara penyelesaiannya.

Masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial. Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan bencana alam.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular, keracunan makanan, dll.
4. Faktor Psikologis : Penyakit syaraf, aliran sesat, dll.
Masalah sosial di Indonesia terjadi seperti lingkaran setan, Pemerintah telah membuat peraturantentangakan memberi denda pada orang yang bersedekah pada pengemis, dan pemerintah juga sibuk dengan kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dibuat yang berkaitan dengan masalah sosial yang terjadi di Indonesia seperti PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Masalah sosial yang sangat terasa di saat sekarang ini adalah realita kemiskinan yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Kita semua menyadari bahwa kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia yang tidak mudah untuk diatasi. Beragam upaya dan program dilakukan untuk mengatasinya tetapi masih banyak kita temui permukiman masyarakat miskin hamper di setiap sudut kota.Keluhan yang paling sering disampaikan mengenai pemukiman masayarakat miskin tersebut adalah rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti disingkirkan.

1. Faktor Ekonomi, faktor ini merupakan faktor terbesar terjadinya masalah sosial. Apalagi setelah terjadinya krisis global PHK mulai terjadi di mana-mana dan bisa memicu tindak kriminal karena orang sudah sulit mencari pekerjaan,diantaranya kriminal itu sering terjadi penjambretan dan perampokan.
Pencurian dan perampokan merupakan salah satu masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Jika terjadi pencurian atau perampokan, masyarakat akan resah dan takut. Masyarakat tidak merasa aman. Itulah sebabnya mengapa pencurian atau perampokan digolongkan sebagai salah satu masalah sosial. Masalah sosial menuntut suatu penyelesaian. Jika tidak dipecahkan atau diselesaikan, masyarakat akan resah, takut dan merasa tidak aman. Setiap hari kita berhadapan dengan masalah. Contohnya, lupa mengerjakan PR, terjebak kemacetan, sakit, dijauhi teman-teman, dimarahi orang tua, dan sebagainya. Masalah apa yang sering kamu hadapi? Ada masalah pribadi (individu) dan ada juga masalah sosial. Masalah
pribadi adalah masalah-masalah yang dialami dan dihadapi oleh manusia sebagai individu (pribadi). Ketika kamu lupa mengerjakan PR, dimarahi orang tua, dijauhi teman-taman, dan sakit kamu sedang menghadapi masalah pribadi. Orang lain tidak akan dirugikan oleh masalah kamu ini. Lalu apa masalah sosial? Apa bedanya dengan masalah pribadi? Kamu tahu bahwa manusia adalah mahkluk sosial. Manusia tidak bisa hidup seorang diri. Sejak bayi sampai tua manusia membutuhkan orang lain. Untuk bisa makan, berbicara, berjalan, membaca, dan menulis kita diajari orang lain. Ini artinya manusia selalu hidup bersama atau dalam masyarakat.
Suatu hal atau kejadian disebut sebagai masalah sosial jika semua warga masyarakat lain ikut merasakan pengaruh masalah tersebut. Kembali ke contoh pencurian yang terjadi di sekitar kita . Peristiwa pencurian itu merupakan masalah sosial,yang meresahkan masyarakat.
Masalah pribadi bisa dipecahkan sendiri oleh orang bersangkutan. Tidak demikian halnya dengan masalah sosial. Masalah sosial harus dipecahkan atau diatasi secara bersama-sama. Seorang warga tidak bisa menyelesaikan seorang diri ketika di lingkungannya sering terjadi kasus pencurian. Masalah ini hanya bisa diselesaikan bersama-sama semua warga masyarakat. Setiap warga harus mendukung upaya penyelesaian tersebut. Turut ronda malam di lingkungan merupakan contoh keterlibatan warga dalam mengatasi masalah sosial
1.     Masalah Sosial Kemiskinan :
·         Tulisan ini mencoba untuk memberikan penjelasan tentang latar belakang terjadinya kemisikinan di Indonesia secara umum dan kota Jakarta secara khususnya, dan upaya untuk mengatasi kemiskinan di perkotaan sekaligus pula untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman masyarakat miskin.
·         Pendekatan konvensional yang paling popular dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah menggusur pemukiman kumuh dan kemudian diganti oleh kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih bermartabat. Cara seperti ini yang sering disebut pula sebagai peremajaan kota bukanlah cara yang berkelanjutan untuk menghilangkan kemiskinan dari perkotaan.
·         Kemiskinan dan kualitas lingkungan yang rendah adalah hal yang mesti dihilangkan tetapi tidak dengan menggusur masyarakat yang telah bermukim lama di lokasi tersebut. Menggusur secara paksa adalah hanya sekedar memindahkan kemiskinan dari lokasi lama ke lokasi baru dan kemiskinan tidak akan pernah berkurang. Bagi orang yang tergusur malahan penggusuran ini akan semakin menyulitkan kehidupan mereka karena mereka mesti beradaptasi dengan lokasi pemukimannya yang baru dan penggusuran secara paksa bahkan sampai dengan adanya unsure anarkisme itu adalah melanggar hak asasi manusia yang paling hakiki dan harus dihormati bersama.
·         Di Amerika Serikat, pendekatan peremajaan kota sering digunakan pada tahun 1950 dan 1960-an.2Pada saat itu pemukiman-pemukiman masyarakat miskin di pusat kota digusur dan diganti dengan kegiatan perkotaan lainnya yang dianggap lebih baik. Peremajaan kota ini menciptakan kondisi fisik perkotaan yang lebih baik tetapi sarat dengan masalah sosial. Kemiskinan hanya berpindah saja dan masyarakat miskin yang tergusur semakin sulit untuk keluar dari kemiskinan karena akses mereka terhadap pekerjaan semakin sulit.
·         Peremajaan kota yang dilakukan pada saat itu sering kali disesali oleh para ahli perkotaan saat ini karena menyebabkan timbulnya masalah sosial seperti kemiskinan perkotaan yang semakin akut, gelandangan dan kriminalitas. Menyadari kesalahan yang dilakukan masa lalu, pada awal tahun 1990-an kota-kota di Amerika Serikat lebih banyak melibatkan masyarakat miskin dalam pembangunan perkotaannya dan tidak lagi menggusur mereka untuk menghilangkan kemiskinan di perkotaan.
·         Kalau diIndonesia, paling sedikit kami menemukan dua masyarakat miskin di Jakarta yang melakukan aktivitas hijau untuk meningkatkan kualitas lingkungan sembari menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat miskin. Seperti dapat ditemui di Indonesia’s Urban Studies, masyarakat di Penjaringan, Jakarta Utara dan masyarakat kampung Toplang di Jakarta Barat mereka mengelola sampah untuk dijadikan kompos dan memilah sampah nonorganik untuk dijual.
·         Aktivitas hijau di Penjaringan, Jakarta Utara dilakukan melalui program Lingkungan Sehat Masyarakat Mandiri yang diprakarsai oleh Mercy Corps Indonesia. Masyarakat miskin di Penjaringan terlibat aktif tanpa terlalu banyak intervensi dari Mercy Corps Indonesia. Program berjalan dengan baik dan dapat meningkatkan kualitas lingkungan kumuh di Penjaringan. Masyarakat di Penjaringan sangat antusias untuk melakukan kegiatan ini dan mereka yakin untu mampu mendaurlang sampah di lingkungannya dan menjadikannya sebagai lapangan pekerjaan yang juga akan berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan di lingkungannya.
·         Cara untuk mengatasi kemiskinan dan rendahnya kualitas lingkungan permukiman masyarakat miskin adalah tidak dengan menggusurnya. Penggusuran hanyalah menciptakan masalah sosial perkotaan yang semakin akut dan pelik. Penggusuran atau sering diistilahkan sebagai peremajaan kota adalah cara yang tidak berkelanjutan dalam mengatasi kemiskinan.
·         Aktivitas hijau3seperti yang dilakukan oleh masyarakat Penjaringan dan Kampung Toplang merupakan bukti kuat bahwa masyarakat miskin mampu meningkatkan kualitas lingkungan permukiman dan juga mengentaskan kemiskinan. Masyarakat miskin adalah salah satu komponen dalam komunitas perkotaan yang mesti diberdayakan dan bukannya untuk digusur. Solusi yang berkelanjutan untuk mengatasi kemiskinan dan pemukiman kumuh di perkotaan adalah pemberdayaan masyarakat miskin dan bukanlah penggusuran.
·         Lain lagi kemiskinan yang terjadi di masyarakat Flores, bagi masyarakat Flores kemiskinan merupakan sebuah fakta. Ini muncul dalam berbagai aspek dan bentuk kehidupan masyarakat sehingga menjadi sebuah persoalan yang pelik dan serius. Menyoal kemiskinan, lantas membedahnya dan menemukan solusi pengentasannya bagai mengurai benang kusut yang sangat rumit untuk diselesaikan.
·         Secara alamiah daerah Flores termasuk daerah yang gersang dan tandus. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena fakta membuktikan curah hujan yang rendah dan musim panas yang panjang. Problem alamiah ini diperparah dengan keadaan geografis Flores yang tergolong rentan akan bencana alam. Berangkat dari latar belakang ini, sebetulnya keadaan sosial-ekonomi masyarakat Flores sudah bisa diukur. Hampir sebagian besar masyarakat Flores bertani secara musiman, dan amat tergantung pada hasil pertanian jangka panjang. Sementara yang menetap di pesisir pantai menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan laut. Dari sini dapat diukur kemampuan ekonomi rata-ratanya, bahwa pendapatan perkapita sangat rendah dan masih terbilang berada di bawah garis kemiskinan.
Mempersoalkan kemiskinan Flores dari latar belakang geografis dan juga topografis masih terbilang wajar, dan itu tidak terelakkan. Lantas, untuk mengelak dari keadaan yang demikian, separuh kaum muda baik laki-laki maupun perempuan.
2.Faktor Budaya, Kenakalan remaja menjadi masalah sosial yang sampai saat ini sulit dihilangkan karena remaja sekarang suka mencoba hal-hal baru yang berdampak negatif seperti narkoba, padahal remaja adalah aset terbesar suatu bangsa merekalah yang meneruskan perjuangan yang telah dibangun sejak dahulu.
·        2 Masalah Sosial Pendidikan :

·        

·         Dari satu siaran press Institut Pertanian Bogor (IPB) yang saya baca waktu itu, Profesor Maman Djauhari (dosen Mathematika, Intitut Teknologi Bandung) mengatakan dalam salah satu konferensi internasional di IPB bahwa dari sekitar 2500 perguruan tinggi di Indonesia hanya ada 8 perguruan tinggi yang memiliki Jurusan atau Departemen Statistika. Wouw, kurang dari satu persen. Mungkinkah ini salah satu penyebab lemahnya penelitian di Indonesia?
·         Sebenarnya apa sih yang terjadi, dan mengapa sampai jurusan statistika kurang diminati? Bagaimana dampak kekurangan minat pada bidang statistik ini dalam kehidupan masyarakat? Semua itu muncul dalam benak saya sehabis membaca informasi dalam siaran press itu.
·         Teringat pada waktu kuliah dulu, ada seorang mahasiswa yang tidak naik kelas di tahun kedua. Orang tua sang mahasiswa menulis surat ke Rektor IPB yang dibacakan oleh beliau di depan kelas. Surat itu pada dasarnya mempertanyakan mengenai anaknya. Katanya anak saya itu pandai, kenapa dia tidak naik kelas? Kan “Statistik kerjanya hanya menghitung angka, masak anak saya nggak mampu berhitung”. Masalah ini ditanggapi cukup serius waktu itu, karena untuk meluruskan pandangan orang tentang Statistik.
·         Sudah bukan rahasia lagi bahwa pelajaran Statistik adalah momok bagi mahasiswa. Tidak hanya di Indonesia di Amerika pun sama saja, sehingga banyak yang menghindar untuk mengambil matakuliah Statistik kalau memungkinkan.  Hal ini bukan karena tingkat kesulitan dari mata pelajaran Statistik itu sendiri tetapi “image” yang berkembang sebelumnya sudah menakutkan. Pada waktu saya mengambil matakuliah Statistics Theory, waktu pelajaran kepala 4000 an (untuk Undergraduate Senior, dan Master) masih sekitar 15 orang per kelas mahasiswanya. Kelas 5000 an (untuk Master dan PhD) turun menjadi sekitar 10, dan kelas 6000 an (khusus untuk PhD) hanya tinggal 3 orang. Siapa yang mau mengambil kelas yang isinya hanya tiga orang, belum lagi kalau dosennya galak?  Tentunya kelas ini diambil hanya karena diwajibkan. Untuk kelas-kelas Statistik Terapan jumlah mahasiswanya memang sangat bervariasi karena ada semacam  keharusan bagi mahasiswa PhD Program di hampir semua jurusan untuk mengambil kelas Statistik Terapan. Kelas-kelas teori biasanya didominasi oleh mahasiswa yang berasal dari Asia. Terlihat sekali memang kalau orang-orang Amerika sendiri agak kurang berminat pada jurusan ini. Jangan tanya bagaimana saya bisa menarik inference seperti ini karena saya tidak bisa membuktikannya secara empirik.
·         Ilmu Statistik itu muncul sebenarnya karena kita semua punya keterbatasan. Keterbatasan dalam arti waktu, biaya, sumber daya manusia dll. Selain itu kalaupun kita tidak mempunyai keterbatasan dan bisa melakukan sensus, ada populasi tertentu yang hampir tidak mungkin kita hitung rata-ratanya. Contohnya, bagaimana kita menghitung rata-rata usia orang Indonesia secara tepat. Setiap menit ada yang lahir dan ada yang meninggal, setiap hari ada yang keluar dan ada yang masuk ke Indonesia, ada pula yang tidak mau dirinya dihitung dst. Jadi hampir tidak mungkin kita bisa menghitung rata-rata usia orang Indonesia secara tepat. Disinilah perlunya statistik.  Istilah-istilah seperti sample, survey, standard error misalnya, semuanya memperlihatkan bagaimana dengan keterbatasan yang ada kita bisa melakukan inferenceinference yang tepat pula.  Bagaimana memilih alat ini adalah suatu seni. yang mendekati kebenaran. Jadi kalau dilihat statistik adalah suatu alat yang kalau digunakan untuk situasi yang tepat akan menghasilkan
·         Mungkin ada contoh menarik yang sangat popular di sini, sewaktu ada mahasisiwa yang mau meneliti mengenai kebiasaan minum minuman keras dari kalangan mahasiswa secara umum.  Mahasiswa tersebut lalu mengambil samplenya di pintu library kampus Community College di malam hari. Dia mengambil sample setiap orang yang keluar dari library pada malam itu. Hasilnya bisa di duga akan sangat bias karena sample yang diambil hanya dari pengunjung Community College Library, tidak memasukkan mahasiswa dari regular 4 years College.  Karena penelitian dilakukan di malam hari, kemungkinan besar mahasiswanya berusia lebih tua dari rata-rata mahasiswa regular dan biasanya  sudah mempunyai pekerjaan tetap. Dan yang paling penting secara umum mahasiswa yang ke library pada malam hari kecil kemungkinannya adalah juga peminum yang kuat. Jadi bisa diduga kesimpulan dari survey ini sangat bias karena sample yang diambil tidak representatif.
·         Kelemahan di bidang penelitian di Indonesia terlihat pada saat pemerintah ribut masalah penemuan padi yang sekali tanam bisa panen tiga kali. Biasanya setelah panen sawah dibersihkan, diolah lagi dan untuk musim tanam berikutnya ditanam bibit yang baru. Dalam hal padi yang di temukan ini setelah panen, sawah dibiarkan sehingga bibit baru tumbuh dari bekas panen sebelumnya. Tujuannya agar petani tidak perlu membeli bibit lagi.  Sebelum di lempar ke masyarakat harusnya pemerintah tahu kalau sifat penelitian seperti itu adalah repeatable, dalam arti kalau diulang dalam kondisi yang sama akan mengeluarkan hasil yang sama. Ternyata setelah dipasarkan, ditanam oleh petani didaerah lain gagal menghasilkan hasil yang sama dengan yang dijanjikan. Terlihat bahwa pemerintah tidak terlalu perduli dengan statistik. Jika perduli tentunya sebelum benih dari padi ini dilempar ke masyarakat, mereka akan melakukan penelitian kembali dengan kondisi yang berbeda, lokasi yang berbeda dst.  Dan apakah akan memberikan hasil yang sama? Untuk hal ini alangkah baiknya melibatkan orang yang mengetahui lebih dalam tentang experimental design sehingga design penelitiannya lebih baik dan hasilnya lebih meyakinkan.
·         Banyak yang bisa dilakukan kalau kita familiar dengan statistik. Yang paling penting adalah kita bisa menjadi lebih berhati-hati kalau membaca kesimpulan dari suatu penelitian. Misalnya pada waktu UUP akan di undangkan, ada salah satu badan yang mengadakan jajak pendapat (maaf, lupa nama badannya). Kesimpulan yang di peroleh adalah sebagian besar masyarakat Indonesia menyetujui RUUP ini. Begitu membaca, pertanyaan yang muncul tentunya adalah bagaimana jajak pendapat (opinion polls) ini dilakukan.  Lalu apakah sample yang diambil sudah representatif, lalu berapa besar sample-nya dan masih banyak lagi pertanyaan yang bisa diajukan. Coba misalnya kita ganti lokasi samplenya dengan sample yang berasal dari daerah Bali atau Papua, apakah kesimpulannya akan tetap sama?  Terlihat bahwa betapa berbahayanya kalau salah menyimpulkan, dan kesimpulan itu digunakan untuk kebijaksanaan pemerintah. Contoh lain dalam bidang pemasaran yang pernah saya temui adalah ada perusahaan yang hampir bangkrut karena kesalahan dalam pengambilan keputusan. Hasil survey yang diperoleh perusahaan itu mengatakan kalau permintaan bahan bangunan tertentu sedang tinggi.  Perusahaan tersebut lalu mengimpor bahan-bahan bangunan tersebut sebanyak-banyaknya, yang ternyata tidak laku terjual. Ternyata survey tersebut tidak valid sehingga kesimpulannya salah.
·         Ini sekedar beberapa contoh, yang mengungkapkan minat dan pengamatan saya pada bidang kesukaan saya ini.  Semakin saya mengutak-atik terutama aplikasinya, terasa Statistik semakin menarik. Mudah-mudahan suatu saat statistik tidak lagi merana karena selalu dilihat sebagai sesuatu yang menakutkan, dan besar harapan saya, semoga pengambilan keputusan baik di perusahaan maupun pemerintahan akan semakin baik dengan penguasaan statistik yang memadai.
Bahwa sejak manusia mulai hidup bermasyarakat, maka sejak saat itu sebuah gejala yang disebut masalah sosial berkutat didalamnya. Sebagaimana diketahui, dalam realitas sosial memang tidak pernah dijumpai suatu kondisi masyarakat yang ideal. Dalam pengertian tidak pernah dijumpai kondisi yang menggambarkan bahwa seluruh kebutuhan setiap warga masyarakat terpenuhi, seluruh prilaku kehidupan sosial sesuai harapan atau seluruh warga masyarakat dan komponen sistem sosial mampu menyesuaikan dengan tuntutan perubahan yang terjadi. Dengan kata lain das sein selalu tidak sesuai das sollen.

Pada jalur yang searah, sejak tumbuhnya ilmu pengetahuan sosial yang mempunyai obyek studi kehidupan masyarakat, maka sejak itu pula studi masalah sosial mulai dilakukan. Dari masa ke masa para sosiolog mengumpulkan dan mengkomparasikan hasil studi melalui beragam perspektif dan fokus perhatian yang berbeda-beda, hingga pada akhirnya semakin memperlebar jalan untuk memperoleh pandangan yang komprehensif serta wawasan yang luas dalam memahami dan menjelaskan fenomena sosial.

Buku ini hadir dengan fokus studi masalah sosial yang sekaligus memuat referensi dan rekomendasi bagi tindakan untuk melakukan penanganan masalah. Di negara-negara berkembang, tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan dalam rangka penanganan masalah sosial menjadi perhatian yang sangat serius demi kelangsungan serta kemajuan bangsanya menuju cita-cita kemakmuran dan kesejahteraan. Terkait hal itu, pembahasan mengenai berbagai perspektif sosial, identifikasi melalui serangkaian unit analisis serta pemecahan masalah yang berbasis negara dan masyarakat menjadi tema-tema yang diulas secara teoritis dalam buku ini.

Sumber Masalah

Masalah sosial menemui pengertiaannya sebagai sebuah kondisi yang tidak diharapkan dan dianggap dapat merugikan kehidupan sosial serta bertentangan dengan standar sosial yang telah disepakati. Keberadaan masalah sosial ditengah kehidupan masyarakat dapat diketahui secara cermat melalui beberapa proses dan tahapan analitis, yang salah satunya berupa tahapan diagnosis. Dalam mendiagnosis masalah sosial diperlukan sebuah pendekatan sebagai perangkat untuk membaca aspek masalah secara konseptual. Eitzen membedakan adanya dua pendekatan yaitu person blame approach dan system blame approach (hlm. 153).

Person blame approach merupakan suatu pendekatan untuk memahami masalah sosial pada level individu. Diagnosis masalah menempatkan individu sebagai unit analisanya. Sumber masalah sosial dilihat dari faktor-faktor yang melekat pada individu yang menyandang masalah. Melalui diagnosis tersebut lantas bisa ditemukan faktor penyebabnya yang mungkin berasal dari kondisi fisik, psikis maupun proses sosialisasinya.

Sedang pendekatan kedua system blame approach merupakan unit analisis untuk memahami sumber masalah pada level sistem. Pendekatan ini mempunyai asumsi bahwa sistem dan struktur sosial lebih dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Individu sebagai warga masyarakat tunduk dan dikontrol oleh sistem. Selaras dengan itu, masalah sosial terjadi oleh karena sistem yang berlaku didalamnya kurang mampu dalam mengantisipasi perubahan-perubahan yang terjadi, termasuk penyesuaian antar komponen dan unsur dalam sistem itu sendiri.

Dari kedua pendekatan tersebut dapat diketahui, bahwa sumber masalah dapat ditelusuri dari ”kesalahan" individu dan "kesalahan" sistem. Mengintegrasikan kedua pendekatan tersebut akan sangat berguna dalam rangka melacak akar masalah untuk kemudian dicarikan pemecahannya. Untuk mendiagnosis masalah pengangguran misalnya, secara lebih komprehensif tidak cukup dilihat dari faktor yang melekat pada diri penganggur saja seperti kurang inovatif atau malas mencari peluang, akan tetapi juga perlu dilihat sumbernya masalahnya dari level sistem baik sistem pendidikan, sistem produksi dan sistem perokonomian atau bahkan sistem sosial politik pada tingkat yang lebih luas.

Masyarakat Dan Negara

Parillo menyatakan, kenyataan paling mendasar dalam kehidupan sosial adalah bahwa masyarakat terbentuk dalam suatu bangunan struktur. Melalui bangunan struktural tertentu maka dimungkinkan beberapa individu mempunyai kekuasaan, kesempatan dan peluang yang lebih baik dari individu yang lain (hlm. 191). Dari hal tersebut dapat dimengerti apabila kalangan tertentu dapat memperoleh manfaat yang lebih besar dari kondisi sosial yang ada sekaligus memungkinkan terpenuhinya segala bentuk kebutuhan, sementara dipihak lain masih banyak yang kekurangan.

Masalah sosial sebagai kondisi yang dapat menghambat perwujudan kesejahteraan sosial pada gilirannya selalu mendorong adanya tindakan untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Dalam konteks tersebut, upaya pemecahan sosial dapat dibedakan antara upaya pemecahan berbasis negara dan berbasis masyarakat. Negara merupakan pihak yang sepatutnya responsif terhadap keberadaan masalah sosial. Perwujudan kesejahteraan setiap warganya merupakan tanggung jawab sekaligus peran vital bagi keberlangsungan negara. Di lain pihak masyarakat sendiri juga perlu responsif terhadap masalah sosial jika menghendaki kondisi kehidupan berkembang ke arah yang semakin baik.

Salah satu bentuk rumusan tindakan negara untuk memecahkan masalah sosial adalah melalui kebijakan sosial. Suatu kebijakan akan dapat dirumuskan dengan baik apabila didasarkan pada data dan informasi yang akurat. Apabila studi masalah sosial dapat memberikan informasi yang lengkap dan akurat maka bararti telah memberikan kontribusi bagi perumusan kebijakan sosial yang baik, sehingga bila diimplementasikan akan mampu menghasilkan pemecahan masalah yang efektif.

Upaya pemecahan sosial sebagai muara penanganan sosial juga dapat berupa suatu tindakan bersama oleh masyarakat untuk mewujudkan suatu perubahan yang sesuai yang diharapkan. Dalam teorinya Kotler mengatakan, bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan sosialnya dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif. Tindakan kolektif dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan perubahan menuju kondisi yang lebih sejahtera.

Cara mengatasinya masalah dalam masyarakat.
·         Individu keluarga dan masyarakat
Biasanya masalah yang terjadi di individu keluarga dan masyarakat adalah kurangnya berinteraksi dengan orang sekitar kita bahkan dengan sebangsa sehingga banyak sekali yang tidak peduli dengan orang – orang sekitar kita atau dengan masyarakat luas, dan kita hanya bersosialisasi dengan orang – orang tertentu saja sehingga akan tercipta pandangan yang menyatakan bahwa kita tertutup untuk umum, oleh karena itu ada beberapa cara mengatasinya yaitu dengan cara kita berbicara dengan orang lain dan kalau kita malu berbicara dengan orang lain kita juga bisa menggunakan facebook, twitter, friendster, dan web sosial lainnya, dengan menggunakan itu kita bisa berkenalan dengan orang – orang yang belum kita kenal dan untuk yang sudah kita kenal mempermudah kita untuk berkomunikasih dengan mereka.
·         Pemuda dan sosiallisasi
Pemuda dan sosiallisasi biasanya masalah yang terjadi adalah kurangnya waktu untuk bertemu dan jaraknya jauh dan banyaknya biaya yang di gunakan untuk berkomunikasi dan adanya rasa malu berbicara. Faktor – faktor yang mempengaruhi terjadinya masalah sosial pemuda dan masyarakat adalah dari dalam diri sendiri, dan lingkungan.Cara mengatasi masalahnya adalah kita bisa juga menggunakan web yang berfungsi untuk bersosiallisasi misalnya Facebook, twitter, friendster dan yang lainnya, dengan itu kita bisa mengurangi rasa kurangnya percaya diri dalam bersosiallisasi dan mengurangi biaya yang keluar untuk bersosialisasi.
·         Masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan
biasanya masalah yang terjadi di masyarakat pedesaan dalam bersosialisasi adalah kurang sarana untuk bersosialisasi dan yang ada sarananya hanya sarana yang sederhanan kurang modern dan hanya menyangkup jarak – jarak tertentu atau hanya masyarakat yang satu desa dan kurangnya pendidikan yang mendidik masyarakat pedesaan untuk mengenal saranan komunikasi yang modern. Cara mengatasinya adalah kita harus mensosialisasikan sarana komunikasi yang modern dan pemerintah segera menyediakan sarana komunikasi modern ke pedesaan secara merata.
·         Masalah yang terjadi di masyarakat perkotaan adalah biasanya banyak dari mereka yang menyombongkan diri sehingga banyak yang tidak mau berkenalan atau bercengkrama dengan masyarakat pedesaan karena menganggap masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang kurang gaul atau kurang mengenal yang modern. Cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan cara mengubah cara berpikir kita tentang masyarakat pedesaan dan kita harus mau mengajarkan mereka atau mengenalkan mereka dengan sarana komunikasi yang modern, sehingga akan tercipta rasa bekerjasama dalam mengembangkan SDM atau sumber daya manusia, sehingga negara kita akan menjadi negara maju bukan hanya sedang berkembang.
·         jadi semua masalah yang terjadi di masyarakat dalam bersosialisasi yaitu adanya rasa kurang percaya diri, kesombongan, ketidakmauan, dan kurangnya pengetahuan tentang teknologi.

4 komentar:

  1. tulisan yang menarik, memang sih banyak teorinya untuk mengatasi solusi, tapi kadang praktiknya juga tidak mudah.

    salam kenal :)

    BalasHapus